SEJARAH
Kerajaan Batak didirikan oleh seorang Raja
dalam negeri Toba sila-silahi (silalahi) lua’ Baligi (Luat Balige), kampung
Parsoluhan, suku Pohan. Raja yang bersangkutan adalah Raja Kesaktian yang
bernama Alang Pardoksi (Pardosi). Masa kejayaan kerajaan Batak dipimpin oleh
raja yang bernama. Sultan Maharaja Bongsu pada tahun 1054 Hijriyah berhasil
memakmurkan negerinya dengan berbagai kebijakan politiknya.
DESKRIPSI
LOKASI
Suku
bangsa Batak dari Pulau Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang Batak dikenal
dengan Daratan Tinggi Karo, Kangkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, Simalungun,
Toba, Mandailing dan Tapanuli Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit
Barisan di daerah Sumatra Utara dan terdapat sebuah danau besar dengan nama
Danau Toba yang menjadi orang Batak. Dilihat dari wilayah administrative,
mereka mendiami wilayah beberapa Kabupaten atau bagaian dari wilayah Sumatra
Utara. Yaitu Kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, dan Asahan.
UNSUR
BUDAYA
A. Bahasa
Dalam
kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat,
ialah: (1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang
dipakai oleh Pakpak; (3) Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4)
Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
B.
Pengetahuan
Orang Batak
juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa
Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut
Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama
mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu
merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri
tergantung kepada persetujuan pesertanya.
C.
Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak. Masyarakat batak juga memiliki sebuah kelender batak pada zaman dahulu.
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak. Masyarakat batak juga memiliki sebuah kelender batak pada zaman dahulu.
D.
Organisasi Sosial
a.
Perkawinan
Pada
tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda
klan sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga
lain selain marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari
suku Batak maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan).
Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja
karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar
perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.
b.
Kekerabatan
Kelompok
kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau
Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu
marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok
pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh
simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat
patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang
anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka
dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang
nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip
yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c)
perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.
E. Mata
Pencaharian
Pada
umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat
dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi
tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki
perseorangan .
Perternakan
juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau,
sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian
penduduk disekitar danau Toba.
Sektor
kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,
temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
Pada abad
19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen
masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d
emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih
mmpertahankan konsep asli religi pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi
bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan
bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya
dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan
merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia
mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga
konsep yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang
dimiliki seseorang; Begu : Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga
percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.
G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .
NILAI
BUDAYA
1.
Kekerabatan
Nilai
kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na
Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang
dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang
menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan
gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai
budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang
baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai
kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan
meterial.
4. Uhum dan
ugari
Nilai uhum
orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan
ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5.
Pengayoman
Pengayoman
wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh
tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6.
Marsisarian
Suatu nilai
yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Kepercayaan
Sebelum
suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem
kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas
langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut
jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
Tondi :
adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi
memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam
kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan
sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari
sombaon yang menawannya.
Sahala :
adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki
tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta,
tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
Begu :
adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah
laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah
religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah
menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau
meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari
mereka.
Salam Khas
Batak
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya
masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih
ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan
Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan
puak yang menggunakannya
1. Pakpak
“Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo
“Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba
“Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4.
Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5.
Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua
Bulung!”
Falsafah
dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas
sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam
Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu
menurut keenam puak Batak
1. Dalihan
Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian
Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek
Maranak Boru
3. Tolu
Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon
Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut
Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man
Anak Beru
5. Daliken
Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
Hulahula/Mora
adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling
dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak)
sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula
(Somba marhula-hula).
Dongan
Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga.
Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon
yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya
kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga
bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati
dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak
(berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.
Diistilahkan, manat mardongan tubu.
Boru/Anak
Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga
lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan,
baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat.
Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan
semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan:
Elek marboru.
Namun bukan
berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na
Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak
pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru.
Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga
dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam
tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang
berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka
dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan
Tubu dan Raja ni Boru.
ASPEK
PEMBANGUNAN
Aspek
pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya
kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan
kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri
bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya.
Pengakuan
hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan
sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam
lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak.
Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi
mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad
ini.