Sebagai kota yang sudah berusia hampir 250 tahun, Suarakarta
memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah. Selain
bangunan tua yang terpencar dan berserakan di berbagai lokasi, ada juga
yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa kawasan kota
tua, dengan latar belakang sosialnya masing-masing.
Kraton Kasunanan Surakarta tentu saja adalah bangunan paling pokok
dalam konsep penataan ruang Solo. Perencanaan kraton ini mirip dengan
konsep yang digunakan dalam pembangunan Kraton Kesultanan Yogyakarta.
Solo merupakan salah satu kota pertama di Indonesia yang dibangun
dengan konsep tata kota modern. Kraton yang dibangun berdekatan dengan Bengawan Solo
selalu terancam banjir. Karena itu dibangunlah tanggul yang hingga kini
masih dapat dilihat membentang dari selatan wilayah Jurug hingga
kawasan Solo Baru.
Boulevard yang memanjang lurus dari arah barat laut menuju ke depan alun-alun
istana (sekarang Jalan Slamet Riyadi) dirancang untuk mengarahkan
pandangan ke arah Gunung Merbabu.
Terdapat pula pengelompokan pemukiman untuk warga pendatang. Kawasan Pasar Gede Hardjonagoro dan Pasar Balong merupakan tempat perkampungan orang Tionghoa, sementara kawasan pemukiman orang Arab (kebanyakan dari Hadramaut) terletak di kawasan Pasar Kliwon.
Pedagang batik Jawa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak
mendirikan usaha dan tempat tinggal di kawasan Laweyan (sekarang
mencakup Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan,
Batikan, dan Jongke). Di kawasan ini juga didirikan pertama kali
organisasi bercorak Islam-nasional yang pertama di Indonesia oleh Haji Samanhudi (syarikat dagang Islam) pada tanggal16 Oktober 1905. Bekas kejayaan para pedagang batik pribumi tempo doeloe
ini bisa dilihat dari sejumlah rumah mewah di Jalan Dr. Rajiman. Di
kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba
membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik namun
terlindungi oleh pagar-pagar yang tinggi dengan gerbang ("regol") yang
besar.
Di dalam kompleks kraton terdapat perkampungan Kauman yang dulunya
merupakan kompleks tempat tinggal para kaum ulama kerajaan dan
kerabatnya. Kompleks ini terletak di belakang (barat) Masjid Agung
keraton. Beberapa nama kampung di kawasan ini masih menunjukkan jejak
tersebut, seperti Pengulon (dari kata "penghulu"), Trayeman, Sememen,
Kinongan, Modinan, serta Gontoran. Perkampungan ini dipenuhi beragam
arsitektur rumah gedung dengan ornamen hiasan dan model rumah gaya
campuran Eropa-Jawa-Tiongkok. Awalnya, Kampung Kauman yang berada di
sisi barat depan Keraton Kasunanan ini diperuntukkan bagi tempat tinggal
(kaum) ulama kerajaan dan kerabatnya.
Kawasan Solo utara, yang ditata oleh pihak Mangkunagaran,
juga memiliki jejak arsitektur yang banyak mendapat sentuhan Eropa.
Bagian utara kota Solo dilewati oleh Kali Pepe, yang seperti Bengawan
Solo juga berkali-kali menimbulkan bencana banjir. Pembangunan tanggul
kali dan pintu air, saluran drainasi, MCK (mandi-cuci-kakus, yang
pertama kali diterapkan), serta penempatan kantor kelurahan yang selalu
berada pada perempatan jalan, merupakan beberapa jejak yang masih dapat
dilihat sekarang, yang pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Mangkunagara IV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar