1. TASAMUH
Dalam bahasa Arab arti tasamuh adalah "sama-sama
berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah
umum, tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana
terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas
yang digariskan oleh ajaran Islam."
Menurut bahasa berarti tenggang
rasa, sedangkan menurut istilah Tasamuh berarti menghargai sesama. Ada
yang bilang maksud dari Tasamuh/toleransi adalah bersikap menerima dan
damai terhadap keadaan yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama,
maksudnya antar agama saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing
tidak saling menganggu.
Dan ada juga yang bilang bahwa Tasamuh
atau toleransi adalah sikap menghormati orang lain untuk melaksanakan
hak-haknya. Kita tidak boloeh memandang rendah suku bangsa, agama, atau
kebudayaan daerah lain, apalagi bersikap menghina, membenci, atau
memusuhinya.
Selain itu makna tasamuh juga dapat diartikan sabar
menghadapi keyakinan-keyakinan orang lain, pendapat-pendapat mereka dan
amal-amal mereka walaupun bertentangan dengan keyakinan dan batil
menurut pandangan, dan tidak boleh menyerang dan mencela dengan celaan
yang membuat orang tersebut sakit dan tersiksa perasaannya. Asas ini
terkandung dalam banyak ayat Al-Qur'an diantaranya:
"Dan
janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo'a kepada selain Allah,
yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa
ilmu. Demikianlah Kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu
Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan". (QS.Al-An'am:108)
2. TAWADHU
Bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan
kepadaku: “Bertawadhu’lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri
terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR.
Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Ibnu Taimiyah, seorang ahli dalam madzhab Hambali menerangkan dalam kitabnya, Madarijus Salikin bahwa
tawadhu ialah menunaikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh,
taat menghambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah,
(bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu dan bukan karena
pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.
Tanda
orang yang tawadhu’ adalah disaat seseorang semakin bertambah ilmunya
maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan
semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan
waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah
ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah
kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali
bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia
dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka
serta bersikap rendah hati kepada mereka.. Ini karena orang yang tawadhu
menyadari akan segala nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT,
untuk mengujinya apakah ia bersykur atau kufur.
Perhatikan
firman Allah berikut ini : “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba
aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan
barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An Naml: 40).”
Berikut beberapa ayat-ayat Al Quran yang menegaskan perintah Allah SWT
untuk senantiasa bersikap tawadhu’ dan menjauhi sikap sombong, sebagai
berikut :
”Dan janganlah kalian berjalan di atas bumi ini dengan
menyombongkan diri, karena kalian tidak akan mampu menembus bumi atau
menjulang setinggi gunung” (QS al-Isra-37).
Firman Allah SWT
lainnya: ”Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
menginginkan kesombongan di muka bumi dan kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa (QS
al-Qashshash-83.)
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan.
(QS. Al Furqaan: 63)
Tidak
diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka
rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong. (QS: an-Nahl: 23)
Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri
terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu
langit
dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke
lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang
yang berbuat kejahatan. (QS: al-A’raf: 40)
Dan apabila dikatakan
kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang
menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam.
Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.
(QS.Al-Baqarah : 206)
Berikut beberapa contoh Ketawadhu’an Rasulullah SAW
1 Anas ra jika bertemu dengan anak-anak kecil maka selalu mengucapkan
salam pada mereka, ketika ditanya mengapa ia lakukan hal tersebut ia
menjawab: Aku melihat kekasihku Nabi SAW senantiasa berbuat demikian.
(HR Bukhari, Fathul Bari’-6247).
2. Dari Anas ra berkata: Nabi
SAW memiliki seekor unta yang diberi nama al-’adhba` yang tidak
terkalahkan larinya, maka datang seorang ‘a’rabiy dengan untanya dan
mampu mengalahkan, maka hati kaum muslimin terpukul menyaksikan hal
tersebut sampai hal itu diketahui oleh nabi SAW, maka beliau bersabda:
Menjadi haq Allah jika ada sesuatu yang meninggikan diri di dunia pasti
akan direndahkan-Nya. HR Bukhari (Fathul Bari’-2872).
3. Abu Said
al-Khudarii ra pernah berkata: Jadilah kalian seperti Nabi SAW, beliau
SAW menjahit bajunya yang sobek, memberi makan sendiri untanya,
memperbaiki rumahnya, memerah susu kambingnya, membuat sandalnya, makan
bersama-sama dengan pembantu-pembantunya, memberi mereka pakaian,
membeli sendiri keperluannya di pasar dan memikulnya sendiri ke
rumahnya, beliau menemui orang kaya maupun miskin, orang tua maupun
anak-anak, mengucapkan salam lebih dulu pada siapa yang berpapasan baik
tua maupun anak, kulit hitam, merah, maupun putih, orang merdeka maupun
hamba sahaya sepanjang termasuk orang yang suka shalat.
Dan
beliau SAW adalah orang yang sangat rendah hati, lembut perangainya,
dermawan luar biasa, indah perilakunya, selalu berseri-seri wajahnya,
murah senyum pada siapa saja, sangat tawadhu’ tapi tidak menghinakan
diri, dermawan tapi tidak berlebih-lebihan, mudah iba hatinya, sangat
penyayang pada semua muslimin. Beliau SAW datang sendiri menjenguk orang
sakit, menghadiri penguburan, berkunjung baik mengendarai keledai
maupun berjalan kaki, mengabulkan undangan dari para hamba sahaya
siapapun dan dimanapun. Bahkan ketika kekuasaannya SAW telah meliputi
jazirah Arabia yang besar datang seorang ‘A’rabiy menghadap beliau SAW
dengan gemetar seluruh tubuhnya, maka beliau SAW yang mulia segera
menghampiri orang tersebut dan berkata: Tenanglah, tenanglah, saya ini
bukan Raja, saya hanyalah anak seorang wanita Quraisy yang biasa makan
daging kering. (HR Ibnu Majah-3312 dari abu Mas’ud al-Badariiy)
Berbicara lebih jauh tentang tawadhu’, sebenarnya tawadhu’ sangat
diperlukan bagi siapa saja yang ingin menjaga amal shaleh atau amal
kebaikannya, agar tetap tulus ikhlas, murni dari tujuan selain Allah.
Karena memang tidak mudah menjaga keikhlasan amal shaleh atau amal
kebaikan kita agar tetap murni, bersih dari tujuan selain Allah.
Sungguh sulit menjaga agar segala amal shaleh dan amal kebaikan yang
kita lakukan tetap bersih dari tujuan selain mengharapkan ridha-Nya.
Karena sangat banyak godaan yang datang, yang selalu berusaha mengotori
amal kebaikan kita. Apalagi disaat pujian dan ketenaran mulai datang
menghampiri kita, maka terasa semakin sulit bagi kita untuk tetap bisa
menjaga kemurnian amal shaleh kita, tanpa terbesit adanya rasa bangga
dihati kita. Disinilah sangat diperlukan tawadhu’ dengan menyadari
sepenuhnya, bahwa sesungguhnya segala amal shaleh, amal kebaikan yang
mampu kita lakukan, semua itu adalah karena pertolongan dan atas ijin
Allah SWT.
Tawadhu’ juga mutlak dimiliki bagi para pendakwah yang
sedang berjuang meninggikan Kalimatullah di muka bumi ini, maka sifat
tawadhu’ mutlak diperlukan untuk kesuksesan misi dakwahnya. Karena bila
tidak, maka disaat seorang pendakwah mendapatkan pujian, mendapatkan
banyak jemaah, dikagumi orang dan ketenaran mulai menghampirinya, tanpa
ketawadhu’an, maka seorang pendakwah pun tidak akan luput dari berbangga
diri atas keberhasilannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar