Semua orang mengenal Petra sebagai salah satu tempat menakjubkan yang
terletak di Jordan, selain itu merupakan salah satu situs arkeologi yang
paling dramatis di dunia. Sebuah kota yang ditinggalkan tersembunyi
dibalik pegunungan dan ngarai, potongan batu membentuk kuil dan istana
terukir menjulang dengan warna merah dan oranye, dan salah satu struktur
yang paling terkenal diantaranya adalah Al Khasneh.
Sebuah artikel pernah ditulis oleh Bibhu Dev Misra, seorang peneliti
independen dan penulis yang berkaitan dengan peradaban kuno, mitos,
simbol, agama dan spiritualitas. Selama ini, dia telah menganalisa
beberapa tempat bersejarah, agama dan arsitektur penting, dan beberapa
artikelnya diterbitkan diberbagai situs internet dan majalah. Dalam
analisa kali ini, Misra berusaha meyakinkan bahwa Petra Jordan merupakan
salah satu peninggalan bersejarah yang terkait dengan literatur India,
orang-orang Nabatea yang pernah tinggal di Petra memiliki tradisi agama
yaang sangat mirip dengan agama Hindu. Menurutnya, Petra adalah salah
satu situs Kuil Dewa Siwa, kemiripan ini dibuktikan dengan analisa
arsitektur dan struktur batu.
Agama Misterius Petra Jordan
Menurut catatan sejarah, struktur Petra Jordan dibangun pada abad
ke-6 hingga ke-4 SM. Pada waktu itu Petra Jordan dihuni oleh Nabataea,
salah satu suku nomaden dari Utara Barat Arabi, dimana mereka memasuki
wilayah Petra dan mendirikan budaya serta mendirikan pusat komersial dan
seremonial. Dari sisi geografi, Petra Jordan terletak strategis
diantara persimpangan darat Jalur Sutra yang menghubungkan India, China,
Mesir, rute dari Arab ke Damaskus. Petra Jordan berkembang menjadi
pusat komersial diperkirakan hingga abad ke-3 SM.
Dalam bahasa Arab disebut Nabath, Ibrani menyebutnya Nevayot, umumnya
disebut Nabataean atau Nabatean. Mereka merupakan sekelompok bangsa Arab
kuno yang menetap didaerah Yordania hingga kesebelah utara Damaskus
yang menggunakan bahasa Aram untuk berkomunikasi. Suku Nabath termasuk
nenek moyang umat Nabi Shaleh, yang lebih dikenal dengan kaum Tsamud,
salah satu kaum yang dianugrahi kemahiran dalam memahat dan mengukir
bebatuan keras membuat rumah dan istana raksasa. Suku Nabath dianggap
sebagai suku misterius, sebagian besar sejarahwan menyebut mereka
termasuk ke dalam golongan bangsa Arab kuno, dimana mereka menyembah
Dewi Nasib, Manat dan Hubal.
Wilayah ini memasuki masa kemakmuran ekonomi dan prestasi arsitektur
setelah mereka berada dibawah pemerintahan Kekaisaran Romawi pada tahun
106 Masehi. Tetapi setelah Kaisar Konstantin menyatakan agama Kristen
sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi pada 324 Masehi, Petra Jordan
mengalami penurunan. Sejarah mencatat telah terjadi gempa bumi pada abad
ke-7 atau ke-8 sehingga membuat kota ini tak dikenal. Kemudian Petra
Jordan ditemukan kembali pada tahun 1812 oleh seorang penjelajah Swiss
bernama Johann Burckhardt.
Sejarawan sampai saat ini masih bertanya-tanya tentang agama misterius
Nabataea. Dalam bait Al Deir yang tertulis pada blok batu seperti
obelisk menggambarkan dewa yang paling penting, disebut Dushara. Istilah
Dushara (Dewa Shara) yang mengacu pada pegunungan Shara di sebelah
utara Petra Jordan. Simbolis Dushara digambarkan sebagai banteng, dimana
seluruh kota Petra mewakili Dushara secara simbolis yang terukir pada
batu. Situs keagamaan juga dihiasi ukiran batu disebut Baetyl yang
berarti 'Rumah Tuhan', terkadang berbentuk persegi atau bulat seperti
kubah. Beberapa Baetyls digambarkan dengan bulan sabit, juga tampak
gambaran berupa monumen ular yang menunjukkan seekor ular raksasa
melingkar.
Simbolis ular melingkar terkait dengan kepala Dewa Dushara, misteri ini
membuat kalangan sejarawan bingung, agama apa yang dianut masyarakata
Petra Jordan. Simbolisme Dewa Siwa Veda memiliki kesamaan dengan
Dushara, dimana Siwa masih dipuja diseluruh India yang terukir pada batu
hitam yang dikenal sebagai Siwa Lingga. Sebuah Siwa Lingga pada
dasarnya merupakan simbolis Siwa, terkadang ukiran batu mirip dengan
dewa Dushara di kuil Deir Al, walaupun semua kesamaan itu terlihat halus
dimana beberapa batu berbentuk bulat dan berbentuk kubah.
Menurut legenda, kediaman dewa Siwa berada di Gunung Kailash Himalaya,
di sebelah Utara India, ditempat itu dia menghabiskan sebagian besar
waktunya dalam Asketisme. Simbolis banteng disebut Nandi, pada umumnya
digambarkan berlutut didepan Shiva Lingga. Penggambaran Siwa selalu
menunjukkan bulan sabit berbentuk di rambutnya, sama seperti bulan sabit
bulan yang terukir diatas Baetyls Petra. Begitupula Siwa Lingga
mengggambarkan ular melingkar, mirip dengan dengan monumen ular di
Petra. Dimana semua ini membuktikan bahwa Siwa dan Dushara adalah
identik, mereka karakter yang sama.
Kesamaan lain juga terlihat pada catatan sejarah yang menyebut
permaisuri Dushara dikenal Al-Uzza atau Al-lat. Dia dianggap sebagai
dewi kekuasaan yang dilambangkan dengan singa. Singa terukir dibeberapa
situs Petra Jordan, diantaranya Singa Triclinium yang melindungi pintu,
terukir pada Monumen, dan air mancur umum yang keluar dari mulut singa.
Di Kuil singa digabmarkan bersayap, beberapa bukti telah ditemukan
termasuk fragmen patung kucing yang menegaskan bahwa kucing merupakan
asosiasi dewi tertinggi yang terkait dengan vegetasi, biji-bijian dan
kemakmuran, serta sering digambarkan memegang batang sereal dan
buah-buahan.
Di India, secara simbolis singa juga berhubungan dengan permaisuri Siwa
yang disebut sebagai Parvati, Durga atau Shakti. Sesuai dengan legenda
Purana, ketika seluruh umat manusia terancam oleh kejahatan Mahisasura,
Dewi Durga dimanifestasikan dengan energi spiritual gabungan dari
Trinitas Hindu (Brahma, Wisnu dan Siwa) dan dihiasi dengan senjata
surgawi yang menaiki singa memasuki pertempuran asura. Pertempuran
berlangsung selama sembilan hari, dan pada hari kesepuluh Durga
mengalahkan dan membunuh Mahisasura.
Sejarawan menganggap semua ini masih tidak jelas, apakah semua
representasi dewi yang ditemukan di Petra Jordan terkait dengan Al-Uzza,
Al-lat dan Manat. Diduga bahwa permaisuri Dushara mungkin Al-Uzza,
penggambaran Al-Uzza diwilayah Saudi tidak mendukung kesamaan seperti
ini. Al-Uzza meruapakn dewi pagi dan sore, terkadang digambarkan
mengendarai lumba-lumba dan menunjukkan jalan ke laut. Dia dikaitkan
dengan dewi fajar, Ostara, dan Usas. Dalam Rig Veda, ada sekitar 20
himne yang ditujukan untuk Usas yang muncul di timur setiap pagi,
gemilang cahaya emasnya, mengendarai kereta yang ditarik kuda yang
mulia, menghilangkan kegelapan, membangkitkan semangat untuk bertindak,
dan menganugerahkan karunia dan kekayaan pada segala-galanya.
Kesamaan fonetik dan simbolik antara Uza dan Usa mebuktikan bahwa
keduanya berasal dari sumber yang sama. Al-lat, secara luas dianggap
sebagai Bunda Para Dewa. Dia adalah dewi kesuburan dan kemakmuran dan
dikenal dari Saudi hingga Iran. Permaisuri Dushara dilambangkan dengan
singa adalah Al-lat, bukan Al-Uzza. Tetapi sejarawan telah mengamati
bahwa Al-Uzza dan Al-lat digunakan secara bergantian oleh orang Arab,
dan terkadang salah satunya terkenal daripada nama yang lain. Dalam
konteks ini, dewi kematian dan kehancuran Hindu (Kali) sangat mirip
dengan dewi ketiga Petra Jordan yaitu Manat, umumnya digambarkan mengerikan atau sebagai dewi kematian hitam.
Ritual Nabatea Di Kuil Dewa Siwa
Ritual tertentu yang berkaitan dengan ibadah dewa Siwa dan Durga juga
tercermin dalam praktik keagamaan Nabataean. Ritual Nabataean kuno
membuat patung pengorbanan untuk menghormati Dushara dan Al-Uzza di
Petra. Dalam teks Suda Lexicon yang disusun pada akhir abad ke-10
mengacu pada sumber yang lebih tua menyatakan;
Theus Ares (Dushrara, atau dewa Ares dalam bahasa Arab Petra), mereka menyembah dewa Ares dan memuliakan Dia di atas segalanya. Patungnya berupa batu yang berwarna hitam persegi setinggi empat kaki dan lebarnya dua kaki. Dasarnya terbuat dari emas, mereka berkorban untuknya dan di hadapannya para penyembah mengurapi darah korban.
Selama ini, praktek mengurapi Siwa Lingga dengan bubuk vermilion merah
terus berlangsung di India. Sebagian besar blok Djin di Petra terletak
dekat dengan sumber air, dan salah satu praktek yang paling umum dari
ibadah Siwa adalah menuangkan ketel air (susu, dadih, ghee, madu) selama
penyembarahn Siwa-Lingga. Ritual ini merupakan simbol dari sungai
Gangga suci yang, setelah berasal dari kaki Wisnu, mengalir turun.
Ritual penyembahan dewa Siwa dan Durga menerapkan prinsip suci, keduanya
dianggap sama-sama tua. Pilar suci, dolmen, kultus ular kuno,
simbolisme trisula, bulan sabit dan lainnya, telah ditemukan diberbagai
situs arkeologi seluruh dunia menunjukkan bahwa ibadah dewa Siwa Shakti
adalah salah satu kepercayaan yang paling tertanam dalam tradisi dan
literatur kuno. Dalam berbagai teks, orang Ibrani kuno mencatat batu
sebagai monumen, Yakub mendirikan tugu dan mengurapinya.
Dan Yakub bangun pagi-pagi, dan mengambil batu bahwa ia telah mengatur pondasi dan mengatur pilar, dan menuangkan minyak pada bagian atasnya (Kejadian 28; 18-19). Dan Yakub mendirikan tugu ditempat dimana dia berbicara denganNya, bahkan di pilar batu dia menuangkan minuman menawarkan padanya, dan menuangkan minyak di atasnya (Kejadian 35; 14).
Pilar dan Dolmen juga merupakan bagian penting dari ibadah orang-orang
Druid, antara Celtic dari Inggris kuno dan Perancis. Dalam buku 'Druids
and Old Irish Religions (1894) karya James Bonwick menyebutkan bahwa
orang Irlandia menghormati kuil, mereka tidak hanya meminyaki dengan
minyak atau susu, tetatpi juga berlanjut sampai akhir dengan menuangkan
air dipermukaan sehingga menyembuhkan penyakit mereka. Begitu pula Molly
Grime, salah satu batu yang tersimpan di gereja Glentham, setiap tahun
dicuci dengan air Newell.
Petra Jordan Tehubung Rute Jalur Sutra
Pada tahun 329 SM, Alexander mendirikan kota Alexandria di Mesir yang
menjadi titik Jalur Sutra. Ditahun 323 SM, dinasti Ptolemaic menguasai
Mesir, mereka aktif mempromosikan perdagangan dengan Mesopotamia, India,
dan Afrika Timur melalui pelabuhan Laut Merah dan rute darat. Semua ini
dibantu beberapa perantara, khususnya Nabataean dan negara Arab
lainnya. Setelah penaklukan Romawi Mesir pada tahun 30 SM, komunikasi
rutin dan perdagangan antara India, Asia Tenggara, Sri Lanka, Cina,
Timur Tengah, Afrika dan Eropa berkembang dalam skala besar.
Kemudian, Jalur Sutra berubah menjadi jalan pertukaran budaya,
komersial, teknologi, filsafat dan agama antara kerajaan yang jauh
terpencil. Buddhisme menyebar dari bagian utara India ke Cina, Kaisar
Han Mingdi telah mengirim perwakilan ke India untuk menemukan lebih
banyak tentang ajaran mereka. Tak hanya perdagangan, keterampilan
pemotongan batu mencapai timur disepanjang Jalur Sutra dari India ke
Cina. Ratusan potongan batu dengan patung Buddha yang dibangun antara
450 dan 525 SM menjadi saksi bisu. Diantaranya Longmen Grottoes yang
berada di provinsi Henan China, kompleks yang berisi 2345 gua, 2800
prasasti, 43 pagoda dan lebih dari 100,000 gambar Buddha dikumpulkan
selama pemerintahan dinasti Cina. Yungang Grottoes dekat Datong provinsi
Shanxi, terdiri dari 252 gua dan lebih dari 51,000 patung Buddha dan
patung yang dibangun pada periode 460 hingga 525 SM. Dan sangat mungkin
ajaran kuno dewa Siwa-Shakti telah bermigrasi ke barat di sepanjang rute
Jalur Sutra.
Ajanta, terletak 100 kilometer dari kota Aurangabad yang terletak tepat
di Jalur Sutra, dan merupakan pusat komersial berkembang sejak zaman
dahulu. Pada zaman kuno, Ajanta digunakan sebagai tempat persinggahan
bagi mereka yang melintasi Jalur Sutra. Misionaris Buddhis
menggunakannya untuk mengiringi para pedagang di jalur perdagangan
internasional, pada akhirnya mereka meminya pembuatan kompleks candi gua
yang rumit. Beberapa candi mewah terdiri dari ukiran pilar, lengkungan,
dan struktur rumit. Seperti halnya Petra Jordan,
gua-gua Ajanta telah menghilang selama berabad-abad hingga pada tahun
1819 ditemukan kembali oleh seorang perwira Inggris yang sedang berburu
harimau.
Sangat mungkin bahwa dua kota kuno yang terletak di Jalur Sutra, dan
menyembah para dewa yang terkait budaya dan membangun beberapa kuil batu
disekitar waktu yang sama. Petra dan Ajanta terhubung, karena
arsitektur potongan batu dari India merupakan prestasi tertinggi dalam
teknik dan estetika periode itu. Dalam hal ini, Jalur Sutra bertindak
sebagai penyalur arah barat dari kultus dewa Siwa-Shakti dan
keterampilan arsitektur di Semenanjung Arab selama abad ke-2 SM.
Orang-orang Nabatea membangun beberapa kota lain, salah satunya situs
arkeologi Shivta yang dibangun pada abad ke-1 SM dan dilintasi Jalur
Sutra antara Petra ke Gaza. Shivta juga ditinggalkan pada abad ke-8
hingga ke-9 M setelah kekuasaan Islam. Beberapa kilometer dari Shivta
terletak kota Tel Sheva, situs arkeologi di Israel selatan yang juga
diartikan sebagai Sumber Air. Kesamaan fonetik dan simbolis antara kota
Petra Jordan dan Shiva sangat jelas, bahkan kultus dewa Siwa-Shakti
tersebar luas di seluruh Timur Tengah dan Asia Barat. Dalam Alkitab
disebutkan 'Sheba' (Ibrani: Sh'va) diyakini berada di Yaman, serta situs
arkeologi 'Shibham' (bahasa Sansekerta: Shivam) yang terletak di Yaman.
Fakta-fakta ini mengisyaratkan bahwa seluruh kerajaan dan kota diberi
nama setelah hadirnya dewa Siwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar