Senin, 23 Maret 2015

Orang Pendek Sumatera, Bigfoot, Yeti, Adalah Mamalia?


2014
Tim ilmuwan yang terdiri dari kolaborasi antara Universitas Oxford dan Lausanne Museum of Zoology akan menggunakan teknik genetik terbaru untuk menyelidiki sisa-sisa organik pada beberapa bukti telah diklaim peninggalan sejenis Orang Pendek Sumatera (Yeti, Migoi, Bigfoot, Sasquatch, almasty dan spesies hominid lainnya). 
Proyek Hominid ini mengundang lembaga dan individu yang memiliki koleksi bahan cryptozoological, atau mencari hewan yang keberadaannya tidak terbukti, yang meminta mereka untuk mengirimkan rincian sampel yang dimiliki. Sampel itu bisa berupa rambut untuk analisis genetik, hasilnya kemudian akan diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B.

Analisis DNA Bigfoot, Yeti, Orang Pendek Sumatera

Sejak tahun 1951, ekspedisi Eric Shipton di Everest mengambil foto-foto jejak kaki raksasa di salju. Spekulasi bermunculan menyatakan bahwa Himalaya mungkin menjadi rumah makhluk besar yang tidak dikenal ilmu pengetahuan. Sejak saat itu telah banyak laporan saksi mata yang melihat keberadaan makhluk tersebut dari beberapa daerah terpencil di dunia. Dalam berbagai nama, mereka dikenal sebagai Yeti atau Migoi di Himalaya, Bigfoot atau Sasquatch di Amerika, Almasty di pegunungan Kaukasus dan Orang Pendek di Sumatera.
bigfoot
Menurut Profesor Bryan Sykes, teori untuk mengidentifikasi spesies Orang Pendek Sumatera, bigfoot, Yeti, umumnya bervariasi, mulai dari dugaan spesies hominid yang masih hidup, seperti Homo Neanderthalensis atau Homo Floresiensis, primata besar seperti Gigantopithecus secara luas sudah dianggap punah, spesies primata yang belum wajar atau subspesies lokal beruang hitam dan coklat.
Menurut ilmuwan, mereka tetap yakin dengan laporan itu baik melalui kurangnya bukti untuk diuji dan ruang lingkup klaim dianggap palsu. Akan tetapi kemajuan terbaru dalam teknik analisis genetik dari sisa-sisa organik saat ini mampu menyediakan mekanisme untuk menganalisis genus dan spesies, bukti genetik jelas dan lebih menjamin. Setidaknya, sebanyak 57 sampel rambut telah diterima dan dianalisa makroskopik, pemeriksaan inframerah fluoresensi, untuk menghilangkan materi non-rambut, dan 30 sampel dijelaskan telah mengalami analisis DNA. 
Tak satu pun sampel primata cocok dengan sampel rambut manusia, sebagian besar berasal dari mamalia yang masih ada, dan yang lainnya mirip dengan beruang, tapir, sapi dan kuda. Dua sampel Himalaya, satu dari Ladakh-India, yang lainnya dari Bhutan, yang paling cocok bukan spesies yang masih ada tetapi urutan fosil yang diperoleh dari beruang kutub Pleistosen (Ursus Maritimus). 
Beruang kutub tidak pernah ditemukan di Dataran Tinggi Tibet, Prof Sykes berspekulasi bahwa dua sampel mungkin berasal dari beruang prasejarah yang tidak diketahui atau mungkin dari hibrida antara Ursus Maritimus dan beruang coklat (Ursus arctos).
Teknik ini belum tersedia ketika ahli biologi seperti Dr Bernard Heuvelmans pada tahun 1955 menerbutkan buku Sur la Piste des betes Ignorees (On the Track of Unknown Animals) yang berguna untuk membantu menumbuhkan minat masyarakat luas dalam pengamatan subjekBigfoot, Yeti, Orang Pendek Sumatera, dan lainnya. Antara tahun 1950 dan 2001, untuk terakhir kalinya Dr Heuvelmans menyelidiki berbagai klaim guna mengumpulkan arsip yang cukup besar, saat ini berada di kurator Museum of Zoology di Lausanne, Swiss.
Menurut Profesor Sykes, ada kemungkinan bahwa pemeriksaan ilmiah pada spesimen ini telah diabaikan, bisa memberi petunjuk lebih banyak tentang bagaimana Neanderthal dan Hominid awal berinteraksi dan menyebar ke seluruh dunia yang saat ini mungkin dikenal dengan nama Orang Pendek Sumatera, Bigfoot, Yeti, dan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar